Crypto News – Pergerakan market aset kripto dalam seminggu terakhir masih mengalami tekanan. Meski, sempat comeback di tengah pekan, rupanya hal tersebut sulit berlanjut.
Lantaran, investor dinilai masih “malu-malu kucing” untuk all-out dalam perdagangan aset kripto. Secara keseluruhan sejumlah aset kripto, terutama yang berkapitalisasi besar kembali ke zona merah dalam satu hari terakhir. Misalnya saja, Bitcoin yang kembali diperdagangkan dengan nilai USD 30.070 atau turun 1,28 persen dalam 24 jam terakhir, seperti terpantau dari situs CoinMarketCap pada Jumat, 10 Juni 2022 pukul 15.00 WIB.
Baca Juga : Bitcoin cs Anjlok Lagi, Crypto Winter di Depan Mata?
Trader Tokocrypto, Afid Sugiono menuturkan, perdagangan aset kripto Bitcoin kemungkinan besar masih terus akan berada di sekitar level USD 30.000 atau sekitar Rp 438,59 juta (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran Rp 14.620) dalam waktu dekat. Lantaran, investor masih menunggu laporan inflasi ekonomi AS yang dapat memicu ekspektasi pasar.
“Pergerakan nilai Bitcoin kemungkinan besar masih akan sideways di level USD 30.000. Investor sepertinya masih bakal kurang bergairah masuk ke pasar kripto lantaran wait and see data inflasi AS terbaru dan dampak pengumuman kebijakan moneter Bank Sentral Eropa. Jika inflasi AS masih meradang, maka ada kemungkinan The Fed bakal mengerek suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin pada bulan ini,” kata Afid, dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (11/6/2022).
Bank Sentral Eropa telah mengumumkan kenaikan suku bunga acuannya yang pertama dalam lebih dari satu dekade terakhir untuk mengatasi inflasi yang meroket.
Baca Juga : Riset: 52 Persen Investor Asia Miliki Aset Digital Termasuk Kripto
Kebijakan tersebut bisa jadi sinyal bagi The Fed untuk mengetatkan kebijakan moneternya. Diperkirakan inflasi di AS masih menembus jauh di atas 8 persen, level tertinggi dalam empat dekade.
“Ketika The Fed mengerek suku bunga acuannya, maka tingkat imbal hasil instrumen berpendapatan tetap bakal meningkat, begitupun dengan nilai dolar AS. Alhasil, aset berisiko adi dipandang tidak menarik dan menjadi lebih mahal di mata investor,” ujar Afid.
Sumber : liputan6.com