Tabloid Crypto – Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan aset kripto telah meningkat pesat di Indonesia. Namun, di balik pertumbuhan ini, muncul kekhawatiran mengenai potensi penyalahgunaan aset kripto dalam kejahatan, terutama tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana ekonomi lainnya.
Dalam konteks ini, Wakil Jaksa Agung Feri Wibisono menyoroti tantangan yang dihadapi oleh penegak hukum dalam menangani aset kripto sebagai barang bukti dalam perkara pidana.
Baca Juga :Â Prediksi Jan van Eck: Bitcoin Menuju Setengah Kapitalisasi Pasar Emas
Aset Kripto sebagai Alat Kejahatan
Modus Operandi Kejahatan
Feri Wibisono mengungkapkan bahwa aset kripto sering digunakan untuk menyamarkan harta hasil kejahatan. Dengan sistem enkripsi yang dimiliki oleh teknologi blockchain, transaksi yang dilakukan dengan aset kripto menjadi sulit dilacak oleh pihak berwenang. Hal ini menciptakan celah bagi pelaku kejahatan untuk melakukan pencucian uang dan tindak pidana ekonomi lainnya.
Ketidakakuran Status Hukum
Meskipun sering disebut sebagai cryptocurrency, Indonesia tidak mengakui aset kripto sebagai alat tukar yang sah. Hal ini menambah kompleksitas dalam penegakan hukum, karena transaksi yang melibatkan aset kripto tidak memiliki landasan hukum yang jelas. Ketidakpastian ini dapat dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk menghindari tanggung jawab hukum.
Tantangan dalam Penanganan Aset Kripto
Fluktuasi Nilai yang Drastis
Salah satu tantangan utama dalam penanganan aset kripto adalah fluktuasi nilai yang drastis dan tidak stabil. Nilai aset kripto dapat berubah secara signifikan dalam waktu singkat, yang menyulitkan penegak hukum untuk menentukan nilai barang bukti dalam perkara pidana. Hal ini juga mempersulit proses penyitaan dan pengembalian aset kepada pihak yang berhak.
Pertumbuhan Industri Kripto
Berdasarkan data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), industri kripto di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat pada tahun 2024, dengan nilai transaksi mencapai Rp 211 triliun. Meskipun pertumbuhan ini menunjukkan potensi ekonomi yang besar, hal ini juga meningkatkan risiko kejahatan yang menggunakan aset kripto sebagai alat.
Respons Kejaksaan terhadap Tantangan
Pedoman Jaksa Agung Nomor 7 Tahun 2023
Sebagai respons terhadap tantangan yang dihadapi, Kejaksaan Agung telah menerbitkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 7 Tahun 2023. Pedoman ini memberikan panduan bagi penegak hukum dalam menangani aset kripto sebagai barang bukti dalam perkara pidana.
Dengan adanya pedoman ini, diharapkan proses penanganan aset kripto dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien.
Sinergi dan Sinkronisasi Regulasi
Feri Wibisono menekankan pentingnya sinergi dan sinkronisasi regulasi untuk menciptakan visi yang sama dalam menangani perkara terkait barang bukti kripto. Perkembangan hukum dan kemajuan teknologi yang dinamis harus disikapi sebagai tantangan yang perlu dihadapi dengan adaptasi, bukan sebagai hambatan yang perlu dicemaskan.
Baca Juga :Â Donald Trump Umumkan Tanggal Peluncuran World Liberty Financial: Langkah Besar Menuju Keuangan Terdesentralisasi
Kesimpulan
Aset kripto menawarkan peluang dan tantangan yang signifikan bagi penegakan hukum di Indonesia. Dengan meningkatnya penggunaan aset kripto dalam kejahatan, penting bagi penegak hukum untuk mengembangkan strategi yang efektif dalam menangani dan mengawasi transaksi yang melibatkan aset ini.
Melalui pedoman dan regulasi yang tepat, diharapkan penegakan hukum dapat berjalan lebih baik, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat dari inovasi teknologi tanpa terjebak dalam risiko kejahatan. (red/tc)
Responses (2)