Tabloid Crypto – Semakin banyak orang yang tertarik dengan pasar kripto Indonesia karena Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) berencana untuk mengevaluasi penerapan pajak kripto agar investor hanya membayar setengah dari pajak yang dikenakan saat ini.
Untuk pengenaan pajak ini, memang diperlukan evaluasi dan pertimbangan ulang. Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti Tirta Karma Senjaya menyatakan di Jakarta, Sabtu (2/3), bahwa dia berharap investor kripto hanya dikenakan setengah dari total pajak yang dikenakan saat ini.
Menurutnya, undang-undang pajak saat ini membebankan investor lebih banyak, sehingga upaya diperlukan untuk menjaga peluang pertumbuhan pasar kripto domestik yang baru berkembang dalam beberapa tahun terakhir.
Baca Juga :Â Kolaborasi ASPAKRINDO dan AFTECH untuk Meningkatkan Industri Kripto
Tindakan juga menyatakan bahwa pajak yang diterapkan pada sektor kripto harus dievaluasi dan dipertimbangkan kembali oleh semua pemangku kepentingan, termasuk Bappebti, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, asosiasi, dan pelaku pasar, agar nominal pajak yang diterapkan sesuai dengan harapan semua pihak.
Ia menyatakan bahwa pajak yang dihasilkan dari transaksi kripto telah mampu meningkatkan pendapatan negara sekitar Rp259 miliar dan berkontribusi lebih dari 50% terhadap pendapatan industri fintech.
Direktur Eksekutif Asparkrindo Asih Kerniangsih mengatakan bahwa pemain pasar kripto memilih untuk bertransaksi di pasar internasional karena banyaknya pajak yang dikenakan terhadap mereka di Indonesia, seperti yang dikutip oleh Antara.
Oleh karena itu, perlu penyesuaian untuk mencegah hal ini karena dapat berdampak pada daya saing pasar mata uang kripto dalam negeri, dan aset kripto akan menjadi salah satu bagian dari sektor keuangan.
Oscar Darmawan, CEO Indodax, menyatakan bahwa pajak aset kripto saat ini bervariasi di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,10%, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0,11%, dan pajak tambahan sebesar 0,02% untuk biaya kliring, deposito, dan bursa.
Selain itu, akan dikenakan penggandaan pajak jika bertransaksi menggunakan stablecoin seperti USDT. Banyaknya jenis pajak yang dikenakan membuat jumlah total pajak yang harus dibayar oleh investor menjadi mahal dan berpotensi dapat mematikan industri kripto di Indonesia.
Baca Juga :Â Analisis Harga Bitcoin: Saat Harga Bitcoin Bisa Meledak Lagi
Ia berpendapat bahwa untuk meningkatkan persaingan di pasar kripto domestik, PPN harus dihapus, sehingga hanya PPh dikenakan pada aset kripto.
Oscar menyatakan bahwa industri kripto akan menjadi bagian dari industri keuangan dalam waktu dekat karena akan dialihkan dari Bappebti ke OJK. Oleh karena itu, tidak masuk akal jika masih dikenakan PPN, dan diharapkan pajaknya hanya 0,1 persen. (red/tc)
Responses (3)